MAKALAH FIQIH
MATERI: MURABAHAH, MUDARABAH DAN SALAM
D
I
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
-WIKI
-ASTRIA
-JIMMY
SAMUDERA
-RESTI
MA
USHULUDDIN SINGKAWANG
TAHUN
AJARAN 2017-2018
A.
PENGERTIAN
MURABAHAH
Murabahah
adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.Pembayaran atas
akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal yang membedakan
murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada
pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang
diperoleh.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An nisa [4]: 29)
B. JENIS-JENIS MURABAHAH
1.
Murabahah
Berdasarkan Pesanan
Murabahah ini dapat bersifat
mengikat atau tidak mengikat. Mengikat bahwa apabila telah memesan barang
harus dibeli sedangkan tidak mengikat bahwa walaupun telah memesan barang
tetapi pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau
membatalkan barang tersebut .
2.
Murabahah
Tanpa Pesanan
Murabahah ini termasuk jenis
murabahah yang bersifat tidak mengikat. Murabahah ini dilakukan tidak melihat
ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh
penjual.
C.
RUKUN
MURABAHAH
§ Orang
yang menjual(Ba'I'),
§ orang
yang membeli(Musytari),
§ Sighat
dan barang atau sesuatu yang diakadkan.
D.
SYARAT-SYARAT
MURABAHAH
§ Pihak
yang berakad,yaitu Ba'i' dan Musytari harus cakap hukum atau balik (dewasa),
dan mereka saling meridhai (rela)
§ Khusus
untuk Mabi' persyaratanya adalah harus jelas dari segi sifat jumlah, jenis yang
akan ditransaksikan dan juga tidak termasuk dalam kategori barang haram.
§ Harga
dan keuntungan harus disebutkan begitu pula system pembayarannya, semuanya ini
dinyatakan didepan sebelum akad resmi (ijab qabul) dinyatakan tertulis.
E.
KETENTUAN
UMUM MURABAHAH
1. Jual
beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak kepemilikan
telah berada ditangan penjual.
2. Adanya
kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biaya-biaya
lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli..
3. ada informasi yang jelas tentang
hubungan baik nominal maupun presentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai
salah satu syarat sah murabahah
4. dalam system murabahah, penjual
boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak
tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan.
5. transaksi pertama (anatara penjual dan pembeli
pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara
murabahah (anatara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli
murabahah.
A.
PENGERTIAN MUDARABAH
Mudharabah berasal dari kata
al-dharb yang berarti secara harfiah berpergian atau berjalan. Selain al-dharb,
disebut juga qiradh yang berasal dari al-qardhu, berarti al-qath’u (potongan)
karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungannya. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Muzammil ayat 20 :
وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي
الأرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ….(٢٠)
Artinya : Dan orang-orang yang
berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain
lagi berperang di jalan Allah.
B.
RUKUN-RUKUN MUDARABAH
Menurut ulama
Syafi’iyah, rukun-rukun qiradh ada enam, yaitu:
1.
Pemilik barang yang
menyerahkan barang-barangnya.
2.
Orang yang bekerja
atau mengelola barang yang diterima dari pemilik barang.
3.
Akad mudharabah
dilakukan oleh pemilik dengan pengelola barang
4.
Harta pokok/modal.
5.
Pekerjaan pengelolaan
harta sehingga menghasilkan laba.
6.
Keuntungan.
C.
SYARAT MUDARABAH
·
Modal yang diserahkan
tunai, apabila barang itu berbentuk mas, perak batangan, mas hiasan atau barang
dagangan lainnya mudharabah tersebut batal.
·
Bagi orang yang
melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasharruf.
·
Modal harus diketahui
dengan jelas.
·
Keuntungan harus
jelas.
·
Melafazkan ijab dari
pemilik modal.
·
Mudharabah bersifat
mutlak. Pemilik modal tidak mengikat.
D.
TINDAKAN SETELAH
MATINYA PEMILIK MODAL
Jika pemilik modal meninggal dunia,
mudharabah menjadi fasakh. Jika mudharabah telah fasakh, sedangkan modal
berbentuk ‘urud (barang dagangan), pemili modal dan pengelola modal menjualnya
atau membaginya karena yang demikian itu adalah hak berdua.
E.
PEMBATALAN MUDARABAH
·
Tidak terpenuhinya
salah satu atau beberapa syarat mudharabah.
·
Pengelola dengan
sengaja meninggalkan tugasnya.
·
Apabila pemilik modal
meninggal dunia, mudharabah menjadi batal.
A.
PENGERTIAN SALAM
Kata salam
berasal dari kata at-taslîm (التَّسْلِيْم). Kata ini semakna dengan as-salaf
(السَّلَف) yang bermakna memberikan sesuatu dengan mengharapkan hasil
dikemudian hari. Pengertian ini terkandung dalam firman Allâh Subhanahu wa
Ta’ala :
كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي
الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ
(kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap
disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah
lalu”.[al-Hâqqah/69:24]
Menurut para
Ulama, definisi bai’us salam yaitu jual beli barang yang disifati (dengan
kriteria tertentu/spek tertentu) dalam tanggungan (penjual) dengan pembayaran
kontan dimajlis akad.[2] Dengan istilah lain, bai’us salam adalah akad pemesanan
suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai
pada saat akad berlangsung.
B.
RUKUN SALAM
- Muslim (pembeli atau pemesan)
- Muslam ilaih (penjual atau
penerima pesanan)
- Ra’s al-mal (harga pesanan atau
modal yang dibayarkan)
- Muslam fih (barang yang dipesan)
- Sighat Ijab Qabul (ucapan/akad
serah terima)
Ø Syarat salam :
Secara
umum persyaratan dalam akad salam tidak berbeda dengan akad jual beli pada
umumnya, yaitu:barang yang dipesan adalah milik penuh muslam ilaih, bukan
barang najis dan bisa diserahterimakan. Akan tetapi dalam akad salam, tidak ada
persyaratkan bagi muslim (pemesan) untuk melihat barang yang di pesan. Ia hanya
disyaratkan untuk menentukan sifat-sifat barang pesanan tersebut secara jelas.
Sedangkan persyaratan secara rinci dapat
dilihat dari rukun-rukun salam :
1. Syarat Aqidain: Muslim (pembeli atau
pemesan) dan syarat muslam ilaih (penjual atau penerima pesanan)
a. Harus cakap hukum
b. Suka Rela, tidak dalam keadaan dipaksa atau terpaksa atau dibawah tekanan
2. Syarat Ra’s al-Mal (dana yang dibayarkan)
a. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dalam bentuk uang tunai
b. Modal harus diserahkan pada saat akad (tunai): modal dalam bentuk hutang tidak diperbolehkan karena akan mengakibatkan jual beli hutang dengan hutang. Demikian pembayaran salam tidak boleh berbentuk pembebasan hutang yang harus dibayar oleh muslam ilah (penjual/penerima pesanan). Hal ini adalah untuk mencegah praktek riba melalui mekanisme salam.
a. Harus cakap hukum
b. Suka Rela, tidak dalam keadaan dipaksa atau terpaksa atau dibawah tekanan
2. Syarat Ra’s al-Mal (dana yang dibayarkan)
a. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dalam bentuk uang tunai
b. Modal harus diserahkan pada saat akad (tunai): modal dalam bentuk hutang tidak diperbolehkan karena akan mengakibatkan jual beli hutang dengan hutang. Demikian pembayaran salam tidak boleh berbentuk pembebasan hutang yang harus dibayar oleh muslam ilah (penjual/penerima pesanan). Hal ini adalah untuk mencegah praktek riba melalui mekanisme salam.
3. Syarat Muslam Fih (barang yang dipesan)
a. Ditentukan dengan sifat-sifat tertentu, jenis, kualitas dan jumlahnya.
b. Harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut, tentang klasifikasi kualitas serta mengenai jumlahnya.
c. Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari.
d. Tempat penyerahan barang harus disepakati oleh pihak-pihak yang berakad.
1.Para Ulama’ melarang penggantian barang yang dipesan (Muslam Fih) dengan barang lainnya. Penggantian ini tidak diperkenankan, karena meskipun belum diserahkan, barang tersebut tidak lagi milik muslam alaih, tetapi sudah milik pemesan (Fi Dzimmah). Bila barang tersebut diganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dna kualitas yang sama, meskipun sumbernya berbeda, para ulama’membolehkannya.
e. Satu jenis (tidak bercampur dengan jenis yang lain).
f. Barang yang sah diperjualbelikan.
4. Syarat Ijab Qabul
a. Harus jelas disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad.
b. Antara ijab dan qabul harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati.
c. Tidak mengandung hal-hal yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang.
d. Akad harus pasti, tidak ada khiyar syarat.
Komentar
Posting Komentar